Demokrat

Demokrat

Domian

Domian

Wahyu Sagala

Wahyu Sagala
Redaksi
Sabtu, 13 Maret 2021, 15:30 WIB
Last Updated 2021-12-21T16:06:29Z
Ragam

Asal Muasal Terbentuknya Bahasa Indonesia

Sebagai masyarakat Indonesia pasti pernah terlintas darimana asal usul bahasa yang kita gunakan sehari-hari dan sejak kapan Bahasa Indonesia disahkan menjadi bahasa resmi persatuan negara kita?

Diambil dari berbagai referensi nationalgeographic.grid.id/badanbahasa.kemdikbud.go.id/, goodnewsfromindonesia.id dan berbagai jurnal ilmiah menginformasikan bahwa bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu. Sementara Bahasa Melayu sendiri diambil dari rumpun Bahasa Austronesia. 

Diceritakan sedikit Bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun Bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Ada sekiranya 1.200 bahasa dan sekitar 270 juta penutur yang telah menyebar dan kian beragam di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Bahasa Melayu sudah ada sejak zaman dahulu dan dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana, dalam bukunya (Sedjarah Bahasa Indonesia) mengutarakan bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul kepentingan bersama sehingga dipakai di Nusantara.

Persebarannya juga luas karena bahasa Melayu dihidupi oleh para pelaut pengembara dan saudagar yang merantau ke mana-mana. "Bahasa itu adalah bahasa perhubungan yang berabad-abad tumbuh di kalangan penduduk Asia Selatan," tulisnya. Faktor lain, bahasa Melayu adalah bahasa yang mudah dipelajari.

Pada era pemeritahan Belanda di Hindia, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua dalam korespondensi dengan orang lokal . Persaingan antara bahasa Melayu dan bahasa Belanda pun semakin ketat. Gubernur Jenderal Roshussen mengusulkan bahasa melayu dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah rakyat.

Meski demikian, ada pihak-pihak yang gigih menolak bahasa Melayu di Indonesia. Van der Chijs, seorang berkebangsaan Belanda, menyarankan supaya sekolah memfasilitasi ajaran bahasa Belanda. JH Abendanon yang saat itu Direktur Departemen Pengajaran, berhasil memasukkan bahasa Belanda ke dalam mata pelajaran wajib di sekolah rakyat dan sekolah pendidikan guru pada 1900.

Akhirnya persaingan bahasa ini nampak dimenangkan oleh bahasa Melayu. Bagaimanapun bahasa Belanda ternyata hanya dapat dikuasai oleh segelintir orang. Kemudian di Kongres Pemuda I tahun 1926, bahasa Melayu menjadi wacana untuk dikembangakan sebagai bahasa dan sastra Indonesia.

Pada Kongres Pemuda II 1928, diikrarkan bahasa persatuan Indonesia dalam Sumpah Pemuda. James Sneddon, penulis The Indonesia Language: Its History and Role in Modern Societyterbitan UNSW Press, Australia mencatat pula kalau butir-butir Sumpah Pemuda tersebut merupakan bahasa Melayu Tinggi. Sneddon menganalisis dari penggunakan kata 'kami', 'putera', 'puteri', serta prefiks atau awalan men-.

Selain bahasa Melayu, bahasa Indonesia juga terbentuk dari beraneka ragam bahasa asing. Pada tahun 1999, Pusat Bahasa menerbitkan buku “Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia" dan menyatakan bahwa terdapat 10 donor bahasa Indonesia, yakni Belanda, Inggris, Arab, Sanskerta-Jawa Kuna, China, Portugis, Tamil, Jepang, Parsi/Persia, dan Hindi.

Penulis : Augesti Giovani