Poltak Sinaga, Kuasa hukum Terdakwa Dewa dan Kawan-kawan. (Foto/Rudi) |
Langkat – nduma.id
Perkara Pidana Rumah rehabilitasi Pengguna
Narkoba di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat Sumatera Utara
sudah di gelar di Pengadilan Negeri Stabat.
Saat ini agendanya memasuki pemeriksaan
saksi yang di ajukan Jaksa Penuntut Umum.
Poltak Agustinus Sinaga, Kuasa hukum
terdakwa Dewa dan kawan-kawan menyayangkan pada agenda itu para saksi yang di
hadirkan Jaksa Penuntu Umum tidak menyatakan adanya semacam perekrutan yang dilakukan oleh
pihak Rehab atau petugas Rumah Rehabilitasi Narkoba.
"Jelas pada persidangan, semua saksi
yang di hadirkan pada Rabu 3 Agustus 2022 lalu, baik keluarga korban dan saksi
lainnya menyatakan bahwa mereka atas kesadaran sendiri dan permintaan keluarga
untuk di masukkan dalam rumah rehabilitasi tersebut karena sudah banyak pecandu
narkoba yang sembuh dari tempat itu," kata Poltak, Selasa (9/8/2022).
Poltak juga menyayangkan banyaknya
opini-opini yang nilainya terlalu di dramatisir yang merugikan kliennya.
Pasca oprasi tangkap tangan yang dialami Bupati Langkat non
aktif, Poltak menyebut banyak opini dramatis, terkait di Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba.
Padahal Opini yang terbangun itu katanya
sangat tendensius, karena ternyata banyak fungsi dan manfaat dari Rumah
Rehabilitasi Pengguna Narkoba di desa Raja Tengah, Kuala, Langkat itu.
“Opini terbangun perbuatan sadis seperti,
penyiksaan, perbudakan bahkan perdagangan manusia yang kemudian mempengaruhi
setiap orang yang mendengar. Ini sepertinya sengaja di hembuskan yang kemudian
mengaburkan fungsi dan manfaat sebenarnya,” pungkas Poltak.
Istilah – istilah yang di design
sedemikian rupa dinilai Poltak untuk mendiskreditkan dan otomatis membunuh
karakter kliennya, sehingga menghilangkan Fungsi dan Manfaat dari Rumah
Rehabilitasi yang bertujuan turut serta dalam upaya Pemberantasan NARKOBA.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) juga di nilai Poltak sangat berlebihan bahkan mendahului proses
persidangan yang masih berlangsung.
Di laman resmi LPSK katanya terdapat
sebuah tulisan yang menyatakan “ Perbudakan Oleh Local Strongman Langkat".
Tuduhan ini dinilainya tidak layak di
keluarkan institusi atau lembaga Negara tanpa ada putusan Hukum dari
Pengadilan.
Selain itu, Poltak juga keberatan jika LPSK menyimpulkan di rumah Rehabilitasi itu tidak
ada kegiatan rehabilitasi dan menjadi tempat praktek perbudakan dan perlakuan
yang keji, yang merendahkan martabat.
“ Itu tuduhan berlebihan yang membabi
buta, Rumah Rehabilitasi itu berusia 10 tahun sudah menyelamatkan banyak
pecandu narkoba dari ketergantungan yang sebenarnya harus di dukung dan
diapresiasi,” tungkas Poltak.
Kepada wartawan Poltak merinci sejumlah
hal yang merugikan kliennya.
Pertama istilah Kerangkeng Manusia,
Kereng, Local Strongman, Perbudakan, Kerja Paksa, dan lain-lain yang
dikeluarkan oleh LPSK merupakan bentuk ketidak profesionalan lembaga tersebut
yang sangat subjektif dan tendensius yang mendahului proses hukum yang masih
berjalan di Pengadilan Negeri Stabat, langkat.
Kedua, ada sekitar delapan orang saksi
yang di bawa atau dikarantina oleh LPSK, sehingga jaksa sulit untuk
berkomunikasi dengan para saksi tersebut, padahal itu merupakan saksi yang akan
di majukan oleh JPU dalam proses persidangan, namun kami Penasehat Hukum
terdakwa dalam kasus ini tidak menyebutkan dan menuduh bahwa Saksi di Kereng atau
dikerangkeng oleh LPSK.
Ketiga, LPSK terlalu jumawa dengan
tindakannya yang menyurati Majelis Hakim dalam persidangan untuk majelis hakim
berkoordinasi dengan LPSK. Hal ini adalah tindakan Bodoh dan Konyol, karena
dalam sebuah persidangan Majelis Hakim memiliki kewenangan Penuh untuk
menentukan perkara ini dan tidak boleh berkoordinasi dengan pihak manapun
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. (red)