![]() |
Kristina Elia Purba. (Foto/Istimewa). |
Pematangsiantar - nduma.id
Peristiwa penyiksaan terhadap seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT), Intan (22) asal Sumba Barat, oleh majikannya berinisial R (44) dan rekannya M (22) di kawasan elit Sukajadi, Batam harus menjadi perhatian.
Ketua Lembaga Pemberdayaan perempuan PP PMKRI, Kristina Elia Purba menyebutkan peristiwa ini mengguncang rakyat dan mempertanyakan kembali urgensi pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Ia memaparkan rincian kasus yaitu, Korban mengalami kekerasan fisik dan psikis selama satu tahun, termasuk luka parah di seluruh tubuh dan trauma psikis berat.
Hingga dipaksa meminum air dari septitank dan makan kotoran anjing.
"Video dan laporan warga muncul di Facebook, memicu penyelidikan kepolisian. Majikan dan rekannya telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan tanpa kemungkinan perdamaian," kata Kristina Elia Purba, Rabu (25/6/2025).
Bahkan, kata Kristina Purba, korban kini dirawat intensif dan mendapat penanganan medis dan psikiatris.
RUU PPRT Terlambat dan Mendesak, karena kata Kristina Purba, RUU PPRT telah diusulkan sejak tahun 2004 masuk Prolegnas Prioritas 2025, dan diincar selesai pada 2025.
"Presiden Prabowo juga menjanjikan pembahasan usai Hari Buruh 1 Mei 2025 dan rampung dalam 3 bulan. Namun sampai hari ini, draf belum lolos tingkat II, dan penetapan politis serta kemauan legislasi masih dianggap kurang," sebut Kristina Purba.
Bahkan ada juga beberapa partai, sebut Kristina Purba, yang sempat menolak memasukkan RUU ini sebagai “carry-over”.
Menurutnya, penganiayaan di Batam adalah gambaran nyata betapa rentannya posisi PRT tanpa payung hukum.
"RUU PPRT bukan hanya dokumen politik, melainkan instrument krusial," ucap Kristina Purba.
Hal itu dikatakan Kristina untuk Memberi perlindungan legal pada PRT melalui kontrak, upah adil, jam kerja, dan hak istrahat, kemudian mencegah eksploitasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan, serta meletakkan dasar hukum bagi penyalur, majikan, dan pemerintah agar bertanggung jawab.
Dengan demikian, Ketua Lembaga Pemberdayaan perempuan PP PMKRI itu menegaskan pihaknya mendesak agar DPR RI untuk menuntaskan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT tahun ini.
"Pemerintah dan Badan Legislasif untuk mempercepat proses, memasukkan kembali RUU PPRT sebagai carry-over jika diperlukan, dan PP PMKRI juga mengajak masyarakat dan media untuk terus mendukung dan mengawal agar PRT mendapatkan perlindungan setara.
Kasus intan di Batam menjadi panggilan bagi seluruh pihak, baik itu legislatif, eksekutif, dan masyarakat, bahwa tanpa undang-undang khusus, kekejaman serupa dapat terulang kembali.
"Tidak ada ruang bagi penundaan. Ini masih kasus yang terungkap, belum lagi korban kekerasan PRT di luar sana yang belum terungkap," tegas Kristina.
Penulis : Ari
Redaktur : Rudi