Tirta Nciho

Tirta Nciho

Pemko Siantar

Kamis, 31 Juli 2025, 11:40 WIB
Last Updated 2025-07-31T04:40:43Z
DairiHakimHukumPenasehat Hukum

Divonis 5 Bulan PH Terdakwa Kasus Penamparan Kecewa Putusan PN Sidikalang

Persidangan Bislim Lingga di PN Sidikalang dengan agenda pembacaan putusan pada Selasa, 29 Juli 2025. (Foto/Dody).

Dairi - nduma.id


Kasus yang menjerat terdakwa Bislim Lingga di putus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sidikalang. Selasa 29 Juli 2025.


Majelis Hakim yang diketuai oleh Iqbal Fahri Juneidy Purba, dengan Hakim anggota Satria Waruwu dan Dimas Ari Wicaksono, serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Joshua Hutagalung memvonis terdakwa dengan pidana penjara 5 bulan.


Bislim Lingga didakwa dengan  Pasal 351 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).


Kuasa Hukum Terdakwa, Marlon Simanjorang, S.H., M.H. dan Michael P. Manurung, S.H., mengaku kecewa atas putusan tersebut.


Katanya sama persis dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa berdasarkan Pasal 351 KUHP.


Padahal menurut Penasehat Hukum terdakwa harusnya dikenakan pasal 352 KUHP, yang mengatur tentang tindak pidana penganiayaan ringan.


Penasehat hukum juga menilai putusan itu tidak mempertimbangkan fakta-fakta penting selama proses persidangan.


Katanya putusan itu mengabaikan aspek kekeluargaan dan keadilan substantif yang seharusnya menjadi landasan utama dalam menyelesaikan perkara yang berakar dari hubungan keluarga dekat antara terdakwa dan korban.


“Sejak awal, kami mencium aroma ketidakberesan. Perkara ini kami nilai ada dugaan dikondisikan dan penuh dengan konspirasi kepentingan tertentu," sebut Marlon Simanjorang.


Ia juga mempertanyakan mengapa JPU terkesan tergesa-gesa dalam menyusun dakwaan, replik, hingga tuntutan, seolah mengabaikan asas kehati-hatian.


Yang lebih mengecewakan lagi katanya adalah tidak adanya pertimbangan yang meringankan dari Majelis Hakim.


Padahal terdakwa sudah berusia lanjut, 64 tahun.


Katanya dalam fakta persidangan memperlihatkan banyak kejanggalan.


Termasuk testimoni saksi-saksi yang kontradiktif dan lemah dari pihak penuntut umum.


“Sejujurnya, dari dakwaan sampai tuntutan, penanganan perkara ini lebih menyerupai sebuah novel picisan ketimbang proses hukum yang mengedepankan objektivitas dan nilai-nilai keadilan," kata Michael Manurung.


"Apakah ini karena idealisme, kebijaksanaan, atau justru ada campur tangan pihak luar? Kami tidak tahu pasti, namun aroma ‘ketidakwajaran’ itu terasa,” sebutnya.


Penasihat hukum juga mempertanyakan komitmen aparat penegak hukum terhadap asas oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa dalam menilai kepentingan umum suatu perkara.


Bahwa perkara ini semestinya bisa diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan melalui restoratif justice.


Mengingat relasi kekeluargaan dan dampak kecil dari insiden yang terjadi.


“Mereka bukan musuh, mereka keluarga. Apakah layak perkara kekeluargaan diproses layaknya pelanggaran berat?" pungkas Marlon Simanjorang.


Pihaknya menyayangkan keputusan ini karena tidak merefleksikan keadilan substantif.


Dalam pledoinya (nota pembelaan), penasehat hukum terdakwa keberatan dan menganggap hasil visum yang ditunjukkan tidak sah dan berdasar.


Karena menurut Penasehat hukum terdakwa, saat itu pihak kepolisian meminta kepada pelapor untuk membuat visum di RSUD Sidikalang, namun pelapor malah pergi ke Puskesmas.


Dengan putusan ini, pihak kuasa hukum menyatakan masih mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya.


Termasuk juga upaya  banding sebagai bentuk perjuangan untuk menegakkan keadilan bagi terdakwa yang menurutnya dikorbankan oleh sistem hukum yang tidak berpihak.


Informasi yang dihimpun, kasus itu bermula pada hari Kamis, tanggal 27 Februari 2025 lalu, sekitar pukul 14:00 WIB di Desa Lingga Raja, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi.


Dimana terdakwa Bislim Lingga menampar Benar Munthe, yang tidak lain masih saudara terdakwa.


Saat itu terdakwa usai mengikuti kegiatan gotong royong penggalian saluran air di desa mereka.


Dalam keadaan lelah secara fisik terdakwa bertemu korban di rumah salah seorang warga bernama Nikmat Angkat dan menanyakan kepada korban kenapa tidak ikut kegiatan gotong royong.


Namun korban menjawab dengan jawaban yang membuat terdakwa tersulut emosi.


"Aku jalan-jalan dari Sidikalang, kenapa rupanya?" sebut korban, Benar Munthe, menurut keterangan terdakwa.


Mendapat jawaban seperti itu terdakwa kemudian menampar korban secara spontan sebanyak 2 kali.


Hal itu lah yang menyeret terdakwa sampai ke meja persidangan, yang mana seharusnya persoalan itu bisa selesai secara kekeluargaan.


Penulis : Dody

Penulis : Rudi