Demokrat

Demokrat

Domian

Domian

Wahyu Sagala

Wahyu Sagala
Sabtu, 17 September 2022, 01:34 WIB
Last Updated 2022-09-19T18:37:56Z
DaerahJurnalistikkoranonline

Ketua SMSI Sumut Sebut Media Siber Tak Akan "Membunuh" Koran

Foto bersama usai workshop standarisasi media cetak. (Foto/SMSI)

Medan – nduma.id

Serikat Perusahaan Pers (SPS) Sumut menggelar Workshop Standarisasi Media Cetak di tengah gempuran hoax dan media sosial, Sabtu ( 17/9/2022)  di Le Polonia Hotel Medan.

SPS menghadirkan narasumber Anggota Dewan Pers Asmono Wikan dan Sekretaris SPS Sumut Rianto Ahgly SH, moderator Drs M Syahrir MIkom (Penasihat SPS Sumut), dihadiri Ketua SPS Sumut H Farianda Putra Sinik SE dan Ketua Panitia H Agus Safarudin Lubis.

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumut Ir Zulfikar Tanjung dalam acara itu meyakinkan pemangku amanah jurnalistik, dinamika media siber atau online tidak akan "membunuh" koran atau media cetak, sepanjang "orang koran" mampu bertransformasi dalam  persaingan digital yang kian ketat.

Zulfikar mengatakan sejak awal berdiri SMSI tidak pernah berkeinginan koran akan tutup. Bagi SMSI, koran adalah mitra yang saling melengkapi dengan kekhasannya masing-masing.

“Siber mungkin unggul dalam kecepatan berita, namun koran lebih unggul dalam pendalaman atau berita investigasi. Jadi saling melengkapi,” katanya.

Menurut Zulfikar akhir-akhir ini memunculkan aspek psikologis jurnalis cetak seolah-olah kekhawatiran terhadap keberadaan koran, membuat koran semakin melemah, terutama akibat gencarnya ekspansi media siber yang disyaratkan jadi "ancaman" bagi koran.

“Yakinlah, sesungguhnya surat kabar akan tetap eksis sepanjang pengelola koran mampu bertransformasi dengan ubah laku gaya baru, mulai dari 'mindset' cara berpikir hingga berperilaku berbasis digital," ujar Redaktur Senior Koran Mimbar Umum itu

Dia menegaskan lebih setuju atas banyak praktisi siber yang tidak sepenuhnya sependapat terhadap "ketakutan" itu, sepanjang pemilik dan pekerja koran mau mengadaptasikan diri dengan pola dinamika digital dalam ubah laku printing baru.

Dari data faktual di beberapa negara maju trend surat kabar katanya meningkat tirasnya dengan berkolaborasi media siber.

“Jadi siber jangan dianggap musuh atau saingan, melainkan mitra untuk menaikkan eksistensi koran. Sebab, di era digital, media cetak yang memiliki jaringan luas, akan semakin eksis dan survive,” sebutnya.

Katanya kalau pemilik dan pekerja koran masih tetap dalam persepsi lama, larut dalam 'menara gading' yang menganggap ada pen-strata-an media, di mana koran dianggap media nomor satu 'an sich', maka koran dimaksud akan ambruk dilindas revolusi digital.

Kondisi koran dikatakan akan semakin parah apabila pekerja terutama wartawan koran tidak mau menantang eksistensinya untuk cetak, malah sebaliknya ikut berbaris bersama, bahkan ada ikut di belakang praktisi atau wartawan yang bekerja di siber.

“Banyak berita di koran sama dengan berita online, mulai angle berita maupun pemilihan judul. Bahkan banyak yang 'copy paste' berita online. Pekerja koran larut, menganggap media siber ibarat kantor berita, tinggal kutip saja, paling edit sedikit kata-katanya. Padahal, jika beritanya sama, apalagi mengutip dari media siber an-sich untuk apa orang harus membeli koran ? Sebab orang sudah bisa membaca dari media siber secara gratis, lebih cepat lagi. Koran jelas kalah cepat dengan online," tegasnya.

Artinya jika kualitas koran sama dengan media online, maka riwayat koran akan habis karena orang tidak akan lagi mencarinya.

Koran akan tetap dicari apabila mampu menyajikan angle-angle yang tidak didapat di media online.

“Jadi tidak benar katanya media siber 'membunuh' koran. Yang sebenarnya, jurnalis koran lah yang punya andil mempercepat kepunahan koran apabila tidak mau berevolusi dengan cara beradaptasi. Koran sekarang harus menjadi news brand yang disinergikan dengan online dan media-media di bawah brand  koran itu. Tentu dengan perubahan perilaku baru sesuai tuntutan era komunikasi millenial,” tungkasnya.

Zul meyakini industri media cetak tidak akan mati, namun masih akan tetap bertahan dengan gaya baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan milenial atau generasi Z.

Misalnya menggunakan perspektif jurnalisme yang diproduksi berbasis digital atau data analisis. (Raden).