Demokrat

Demokrat

Domian

Domian

Wahyu Sagala

Wahyu Sagala
Rabu, 29 Maret 2023, 22:48 WIB
Last Updated 2023-03-30T01:27:19Z
DairiKementrian Lingkungan Hidup dan KehutananPTUN JakartaTolak Tambang

Warga Dairi Melawan KLHK di PTUN Jakarta

Warga Dairi memakai ulos foto bersama di PTUN Jakarta. (Foto/Istimewa)

Dairi – nduma.id


Penolakan terhadap aktifitas perusahaan tambang di Kabupaten Dairi Sumatera Utara terus di gelorakan, Rabu 29 Maret 2023 sidang gugatan PTUN warga Dairi untuk menolak Persetujuan Lingkungan PT. Dairi Prima Mineral berlangsung di PTUN Jakarta.


Debora Gultom, Pendamping Warga dari Yayasan Doakonia Pelangi Kasih (YDPK) mengatakan persidangan dilaksanakan secara elektronik dengan agenda pembacaan gugatan.


Selain itu kata perempuan berambut ikal ini majelis hakim membuat penetapan mengabulkan permohonan intervensi dari PT. Dairi Prima Mineral (DPM) untuk masuk sebagai Tergugat II intervensi dalam perkara ini.


Sidang yang seharusnya di gelar offline di rubah menjadi secara elektronik.


“Sebelumnya diagendakan berlangsung secara offline, tapi seminggu sebelum di informasikan kuasa hukum persidangan secara elektronik,” kata Debora, Rabu (29/3/2023).


Meski demikian di sebut Debora sejumlah warga Dairi juga berangkat ke Jakarta memenuhi sidang itu.


Agenda sidang selanjutnya ditetapkan pada Rabu, 5 April 2023, Pukul 10:00 dengan acara jawaban tergugat dan tergugat II intervensi.


“Rasmi Silalahi dan Loris Bancin warga desa Bongkaras, Kecamatan Silima Pungga-pungga hadir mengawal proses persidangan bersama Tim hukum SEKBER Tolak Tambang.” sebut Debora.


Melalui rilis yang di terima wartawan dikatakan pada Rabu 14 Februari 2023 lalu, empat orang penggugat perwakilan warga Dairi didampingi kuasa hukum dari Tim Hukum Sekber Tolak Tambang mendaftarkan gugatan atas terbitnya Persetujuan Lingkungan PT. DPM di PTUN Jakarta.


Objek sengketa dalam perkara itu katanya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.


Gugatan tersebut resmi didaftarkan di PTUN dengan Nomor Perkara: 59/G/LH/2023/PTUN-JKT.


Para penggugat memberikan kuasanya kepada tim Hukum SEKBER Tolak Tambang. 


Mereka disebut-sebut mewakili ribuan warga Dairi lainnya yang terdampak kehadiran PT. DPM yang selama ini menggantungkan kehidupan mereka dari sektor pertanian dan itu akan terancam rusak bila pertambangan hadir.


Dasar pengajuan gugatan ini adalah adanya risiko bencana ekstrim dan resiko kegagalan bendungan tailing sebagaimana kajian para ahli dan laporan kepatuhan Complience Advisor Ombudsman (CAO) yang dapat diakses di www.bakumsu.advokasitambang.com.


Hal ini berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah dan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana telah dijamin dalam pasal 28 H ayat (1) Undang-undang Dasar tahun 1945.


Rasmi Silalahi warga Desa Bongkaras mengatakan ancaman kerusakan ruang hidup masyarakat akan kehadiran tambang di Kabupaten Dairi bukan tidak mungkin akan terjadi.


Pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat akan hilang dan hancur, lingkungan bersih dan sehat akan hilang, kerusakan flora dan fauna yang masih tersisa akan hilang seiring kehadiran tambang.


“Itu sebabnya kami menggugat KLHK,” ujar Rasmi Silalahi.

 

Sebelumnya warga Dairi yang menolak tambang ini melakukan aksi protes, audiensi dan menggalang solidaritas agar persetujuan lingkungan tidak dikeluarkan oleh KLHK.


Dari berbagai kajian ahli mereka menyampaikan proyek pertambangan tersebut tidak layak di Dairi.


PT DPM dikatakan perusahaan tambang seng yang menambang dengan sistem underground mining dengan luas konsesi 24.720 Ha dan wilayahnya dinyatakan rawan bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dairi.


M. Jamil mewakili Tim Hukum Sekber Tolak Tambang mengatakan dalam kasus penetapan persetujuan lingkungan untuk PT. DPM setempat, warga merasa dizalimi, secara sepihak karena ruang hidup dan identitas tempat pulangnya disetujui oleh pemerintah untuk ditambang.


“Karena itu langkah PTUN Jakarta diambil untuk menguji Keptutusan Tata Usaha Negara (KTUN) tersebut,” kata M. Jamil mewakili Tim Hukum Sekber Tolak Tambang.


Mereka disebut-sebut tergabung dalam JATAM, Trend Asia, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institute dan JKLPK Indonesia, AMAN Nasional bersama dengan SEKBER Tolak Tambang, anak rantau Dairi, Pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT), anak rantau Sumatera Utara juga mashasiswa yang bersolidaritas dan akan mengawal proses yang berjalan di PTUN.


Penulis : Rudi

Editor : Gib