Iklan Header

Selasa, 26 September 2023, 11:53 WIB
Last Updated 2023-09-26T04:58:28Z
AdvertorialDinas KesehatanGigitan AnjingRabies

Program Pencegahan Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies di Dinkes dan DKP3 Siantar

Gedung kantor Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar. (Foto/Ari).

SIANTAR - nduma.id


Rabies atau di Indonesia dikenal dengan “penyakit anjing gila” masih menjadi salah satu masalah yang mengancam kesehatan masyarakat.


Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Pematang Siantar, drg Irma Suryani MKM mengatakan Rabies sering dikenal dengan penyakit Anjing gila disebabkan oleh virus rabies.


Rabies adalah infeksi virus pada otak dan sistem saraf, penyebab umumnya menular ke manusia melalui gigitan hewan.


 Jika tidak cepat ditangani, rabies dapat menyebabkan kematian.


"Rabies sering dikenal dengan penyakit Anjing gila, merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus rabies (rhabdovirus) yang menyerang otak dan sistem saraf sehingga jika lambat ditangani dapat berakibat fatal (kematian)," ucap drg Irma Suryani MKM.


Dia didampingi Kabid P2T Misran SKep Ners, Sekretaris Anna Rosita Saragih SKM MKM, Kabid Kesmas dr Fitri Sari Saragih M Kes, dan Kabid Yankes-SDK Dody Suhariadi M Kes, saat menggelar temu pers, di Aula Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar, Senin 25 September 2023).


Meski demikian, penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi pada hewan peliharaan.


drg Irma Suryani menjelaskan Virus rabies menular ke manusia melalui gigitan hewan.


Hewan utama penular rabies adalah anjing. Selain anjing, hewan yang juga dapat membawa virus rabies dan menularkannya ke manusia adalah kelelawar, kucing, dan kera.


Menular melalui air liur, gigitan, atau cakaran hewan yang tertular rabies.


Umumnya hewan yang berisiko tinggi menularkan rabies adalah hewan liar atau hewan peliharaan yang tidak mendapatkan vaksin rabies.


Jika digigit hewan terinfeksi, Gejala rabies pada manusia bisa muncul sangat bervariasi, antara 5 hari hingga sekitar 1 tahun.


Namun, gejala penyakit ini umumnya muncul 30–90 hari setelah penderita tergigit hewan yang terinfeksi.


Gejala rabies bisa lebih cepat muncul jika lokasi gigitan atau cakaran hewan dekat dengan otak, misalnya di dada, leher, atau di kepala.


Dan umumnya gejala yang muncul meliputi demam atau menggigil, kesemutan, sakit kepala, lelah atau lemas dan hilang nafsu makan.


Setelah itu, ada beberapa keluhan lanjutan yang dapat dialami oleh penderita rabies, seperti kram otot, sesak napas, halusinasi dan koma.


Gejala lanjutan tersebut menandakan bahwa kondisi makin memburuk.


Tim Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar foto bersama usai konfrensi Pers. (Foto/Ari)

Mengawal Masyarakat dari Kasus GHPR


Mengawal masyarakatnya dari kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar, melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara (Sumut) menyiapkan tenaga kesehatan dan vaksin anti rabies.


Masyarakat juga diimbau untuk menjaga dan membawa hewan peliharaannya agar divaksinasi.


Karena itu perlu kesadaran tinggi dari masyarakat agar kasusu GHPR ini bisa teratasi.


Data dari Dinas Kesehatan Pematang Siantar, sejak Januari 2023 hingga Agustus 2023, tercatat  256 kasus GHPR di Kota Pematang Siantar.


Menyikapi merebaknya kasus GHPR itu, Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) untuk mewaspadai Rabies.


"Wali Kota Pematang Siantar dr Susanti Dewayani SpA telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: 500.7.2/6769/IX/2023, tanggal 21 September 2023, tentang kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR)," ujar drg Irma Suryani.


Selanjutnya, masih ada 38 (14,85%) dari 256 HPR yang setelah menggigit tidak dapat dipantau, karena tidak tahu siapa pemiliknya.


Dari 208 HPR yang menggigit dan diamati selama 14 hari sebanyak 82 (39,42%) HPR mati, dan 126 (26,58%) HPR sehat, serta 20 (7,81%) HPR mendapat vaksinasi dan setelah diamati ke 20 HPR tersebut tetap sehat walaupun sudah menggigit. 


"Kasus tertinggi ditemukan di Kecamatan Siantar Marihat sebanyak 68 kasus (36,56%) dan kasus terendah di Kecamatan Siantar Barat ada 4 kasus (1,56%)," jelasnya.


Petugas menyuntik vaksin anak terkena gigitan anjing. (Foto/Istimewa).

Pencegahan dan Penanggulangan Kasus GHPR


Di kota Siantar Kasus GHPR ini menjadi salah satu perhatian untuk di antisipasi.


Program pencegahan dan penanggulangan penatalaksanaan kasus GHPR ini dilakukan di Puskesmas se-Kota Pematang Siantar.


Pada 27 Juni 2023 lalu, pertemuan lintas sektor penanggulangan Rabies sudah dilaksanakan di Aula Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar.


Dengan peserta seluruhnya berjumlah  84 orang terdiri dari kepala puskesmas sebanyak 27 orang, lurah 53 orang, dan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian 4 orang. 


Hasil pertemuan lintas sektor itu di sepakati pencegahan dan pengendalian Rabies pada Hewan Penular Rabies (HPR).


Untuk vaksinasi HPR secara massal akan dilaksanakan sekali dalam setahun dan biasanya di bulan Oktober.


Di mana, petugas dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian turun ke setiap kecamatan se Kota Pematang Siantar.


Sementara untuk sehari- harinya, warga dapat membawa HPR-nya ke kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian untuk mendapatkan vaksin Rabies. 


Tertanggal 16 Juni 2023 Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Pematang Siantar Drs L Pardamean Manurung MA, melalui surat edaran yang di tandatanganinya juga sudah menghimbau masyarakat Kota Pematang Siantar agar semua Anjing yang dipelihara harus divaksinasi oleh petugas vaksinator Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Pematang Siantar atau di klinik kesehatan hewan yang ada di Kota Pematang Siantar.


Kemudian pemilik wajib mengikat atau merantai atau mengandangkan Anjing yang dipelihara untuk mencegah terjadinya kasus gigitan dan penularan Rabies.


Lalu, segera mengirimkan kepala Anjing yang telah mati atau dibunuh ke Puskeswan atau ke Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Pematang Siantar untuk dilakukan pemeriksaan dan peneguhan diagnosa Rabies.


Dan Anjing yang tidak diikat, dirantai, atau dikandangkan wajib untuk ditertibkan oleh masyarakat di lingkungan masing- masing. (Adv) 


Penulis : Ari

Editor : Rudi