HUT 5

HUT 5

Tirta Nciho

Tirta Nciho
Selasa, 23 September 2025, 20:31 WIB
Last Updated 2025-09-23T13:32:03Z
KementerianKomnas Hak Azasi ManusiaKompolnasSimalungun

Kelompok Cipayung Geram Aksi Represif di Sihaporas Lukai Kemanusiaan, Negara Dinilai Absen

Korban tindakan refresif/kiri dan karyawan PT TPL/kanan di Sihaporas, Senin 22 September 2025. (Foto/Putri Ambarita).

Simalungun - nduma.id


Gelombang kecaman keras menghantam PT Toba Pulp Lestari (TPL) terkait insiden berdarah di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. 


Kelompok Cipayung Kota Pematangsiantar-Simalungun dengan tegas mengecam tindakan represif karyawan PT TPL yang menyerang masyarakat adat di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang  Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Senin, 22 September 2025.


Penyerangan itu berujung pada jatuhnya korban luka dan kerusakan fasilitas warga.


Ketua GMKI Cabang Pematangsiantar-Simalungun, Yova Purba sangat mengecam dan mengutuk keras tindakan refresif personel PT. TPL tersebut.


"Saya mengutuk keras dan mengecam. Ini merupakan bukan hal baru, ada banyak kejadian yang terjadi akibat tindakan refresif di beberapa daerah di Sumut akibat tindakan refresif oleh PT. TPL yang mengakibatkan jatuhnya korban," kata Yova, Selasa 23 September 2025.


Ia juga meminta agar Bupati Simalungun harus cepat bersikap atas tindakan refresif personel PT. TPL yang mengakibatkan jatuhnya korban.


Yova juga meminta bupati turun langsung menemui korban akibat insiden tersebut dan memberikan penguatan kepada masyarakat yang trauma akibat insiden yang terjadi dan  meminta kepada Polres Simalungun mengusut tuntas secara transparan dan terukur terhadap insiden yang terjadi di Sihaporas. 


"Serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang menjadi korban dan memastikan agar hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari," ucap Yova.


Menurut Yova, Sudah saatnya PT. TPL tutup secara permanen karena itu solusi yang terbaik untuk menyelamatkan lingkungan hidup disekitar Danau Toba dan menghindari konflik-konflik yang akan timbul kembali di kemudian hari yang menyebabkan jatuhnya korban.


Senada juga disampaikan Ketua GMNI Pematangsiantar, Ronald Panjaitan.


Ia berpendapat hal tersebut sangat menyakiti hati rakyat, dimana negara absen dalam persoalan konflik yang terjadi di Sihaporas. 


"Ini bukan hal baru yang terjadi di Sihaporas, bila dihitung ini sudah berkali² terjadi kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak TPL, dan lagi-lagi hal ini membuktikan bahwa negara absen dan tidak mampu menyelesaikan konflik berkepanjangan yang terjadi di desa sihaporas bahkan di beberapa daerah lainnya," kata Ronald.


Ronald, juga menambahkan bahwa mereka menilai persoalan tersebut bentuk cipta kondisi yang dilakukan oleh PT. TPL


"Kemarin begitu mendapat kabar dari masyarakat Sihaporas kami inisiatif untuk langsung menuju ke lokasi, tetapi mirisnya kami menemukan akses jalan ke desa Sihaporas tersebut dilarang masuk oleh pihak perusahaan, begitu pula dengan akses jalan lainnya yang sudah di rusak dan dikeruk menggunakan alat berat sehingga kami tidak bisa melalui akses jalan manapun untuk menuju desa sihaporas," kata Ronald.


Ronald, menegaskan bahwa negara atau dalam hal ini Polres Simalungun harus hadir tengah persoalan ini, tidak boleh pandang bulu, dan juga ia menekankan polres agar lebih mengedepankan pendampingan hukum kepada korban korban yang mendapatkan kekerasan atau kriminalisasi dari PT. TPL.


"Dan terutama Pemerintah Kabupaten Simalungun agar segera menyelesaikan konflik tersebut agar tidak terjadi hal serupa lainnya," ujar Ronald.


Ketua PMKRI Cabang Pematangsiantar, Maruli Tua Sihombing, dalam pernyataannya menegaskan bahwa insiden di Sihaporas bukan sekadar persoalan konflik agraria, tetapi lebih jauh menyentuh ranah kemanusiaan.


“Yang terjadi di Sihaporas adalah tragedi kemanusiaan. Ketika perempuan, anak-anak, bahkan penyandang disabilitas ikut menjadi korban kekerasan, itu menunjukkan betapa nilai-nilai kemanusiaan telah diinjak-injak. Kami dari PMKRI tidak bisa diam melihat rakyat kecil diperlakukan secara tidak manusiawi di tanah leluhurnya sendiri,” ujar Maruli. 


Ia menambahkan, “PMKRI mendesak Komnas HAM dan Kementerian HAM turun langsung menyelidiki kasus ini, karena apa yang dialami masyarakat Sihaporas adalah potret nyata perampasan ruang hidup yang disertai kekerasan sistematis. 


"Negara harus menunjukkan keberpihakannya dengan melindungi korban, bukan membiarkan korporasi semakin semena-mena," tegas Maruli.


Maruli, juga menekankan bahwa pemerintah daerah maupun pusat tidak bisa lagi menutup mata.


“Kami mendesak Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kapolri, serta Bupati Simalungun untuk menjadikan aspek kemanusiaan dan HAM sebagai dasar penyelesaian konflik di Sihaporas. Selama PT. TPL masih beroperasi, potensi pelanggaran HAM akan terus berulang, dan rakyat kecil akan selalu menjadi korban,” tegas Maruli.


Sebelumnya insiden kekerasan itu terjadi setelah para pekerja yang terdiri dari sekuriti, buruh harian lepas (BHL), dan sejumlah orang yang diduga preman bayaran mendatangi wilayah  Sihaporas. 


Mereka membawa potongan kayu panjang, tameng, dan mengenakan helm.


Warga mencoba menghadang dan meminta diskusi, namun upaya itu ditolak. 


Akai dorong-dorongan pun terjadi dan berujung pada pemukulan menggunakan kayu dan lemparan batu,

mengakibatkan warga mengalami luka-luka.


Beberapa saat kemudian, jumlah pekerja PT TPL yang datang bertambah hingga sekitar 300 orang. 


Dalam penyerangan itu, posko perjuangan masyarakat adat sihaporas dan 5 gubuk pertanian dibakar, 4 rumah rusak, 10 sepeda motor dibakar, 8 sepeda motor lainnya dirusak, serta 1 unit mobil Pickup ikut dibakar. 


Barang pribadi warga seperti 6 telepon genggam, 1 laptop, dan 1 mesin pencacah rumput juga ikut musnah.


Dalam insiden tersebut 33 orang menjadi korban luka 18 diantaranya Perempuan, termasuk 5 perempuan dengan luka parah di bagian kepala, mulut, dan tubuh. 


Seorang anak penyandang disabilitas juga dilaporkan dipukul di bagian kepala. 


Dari total korban, 10 orang mengalami luka serius, sementara 26 lainnya menderita luka memar dan lebam di kepala maupun badan.


Berikut daftar korban luka-luka yang diterima wartawan.


Delima Silalahi (34), Tiodor Situngkir (65), Royan Siahaan (23), Paulus Siahaan (55), Giofani Ambarita (29), Herman Siahaan (44), Harnodita Simanullang (43), Magdalena Ambarita (53), Mesriati Sinaga (47), Lika Silitongan (37), Anak Dimas Ambarita (17), Feni Siregar (23), Edy Ambarita (57), Anita Simanjuntak (44), Raulina Hutabalian (45), Melpa Simanjuntak (47), Bangkit Mangaai Ambarita (45), Mesdianto (47), Amina Siahaan (36), Putri Ambarita (25), Lamhot Ambarita (42), Dohar Ambarita (20), Thomson Ambarita (46), Kristina Pasaribu (29), Rida Sidabutar (36), Johannes Siahaan (25), Rolek Ambarita (47), Frengky Harianja (37), Moral Siahaan (28), Delima Sinaga (56), Saul Ambarita (63),Sabar Ambarita (50), Nurinda Napitu (38).


Penulis : Ari

Redaktur : Rudi