Halim Lumban Batu

Halim Lumban Batu

Wahyu Sagala

Wahyu Sagala

Pemko Siantar

Pemko Siantar
Kamis, 23 November 2023, 11:26 WIB
Last Updated 2023-11-23T04:26:57Z
DairiPeluncuran BukuPertabanganPetani

Buku “Bukan Timah Hitam, Petani Dairi Melawan Tambang” di Luncurkan Petani Dairi

Foto bersama usai peluncuran dan diskusi buku. (Foto/Istimewa).

DAIRI, Sidikalang – nduma.id


Buku berjudul "Bukan Timah Hitam, Petani Dairi Melawan Tambang" resmi di luncurkan, Rabu 22 November 2023.


Peluncuran buku dan diskusi ini digelar secara hybrid, baik online maupun offline, oleh Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) dihadiri banyak pihak .


Buku "Bukan Timah Hitam, Petani Dairi Melawan Tambang" ini ditulis oleh komunitas petani Dairi yang berjuang melawan aktivitas pertambangan di daerah mereka.


Harapannya, peluncuran buku ini dapat memperjuangkan hak-hak para petani dan mengajak banyak orang untuk bergabung dalam perjuangan mempertahankan tanah dan lingkungan hidup.


Solide Siahaan perwakilan pengurus YDPK berharap, buku ini bisa memberikan pemahaman agar semakin banyak orang berjuang untuk mempertahankan hak-hak mereka atas tanah yang mereka kelola selama ini.

 

Karena menurutnya tanah merupakan titipan atau dimandatkan oleh Tuhan kepada setiap orang.


“Tanah merupakan titipan atau dimandatkan oleh Tuhan kepada setiap orang,” kata Solide.


Melky Nahar, Koordinator JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), yang hadir sebagai narasumber menyampaikan gambaran bagaimana oligarki pertambangan di Indonesia dalam konteks perjuangan warga Kabupaten Dairi Sumatera Utara.


Melky mengulas secara singkat bagaimana pemerintahan Indonesia dari rezim ke rezim dilihat dari produk Undang-undang atau kebijakan dalam mengelola kekayaan alamnya dan hubunganya dalam pengelolaan percepatan tata Kelola sektor pertambangan.

 

Mulai pada masa Soekarno sampai saat ini.


“Dimana sistem politik kita memakan biaya yang sangat besar akibatnya jika kita cek di tahun 2019 keterlibatan dalam politik electoral ini semakin terbuka,” katanya.


Indikasi itu dikatakannya bisa di lihat dari pembiayaan kampanye kontestan yang di tudingnya di biayai dari sektor industry pertambangan atau yang terhubungan dengan bisnis tambang.


“Kesimpulan saya buku ini berisikan sesuatu yang original atau autentik dimana warga dapat menarasikan situasi yang sebenarnya yang dialami dan situasi yang berkecamuk di kepalanya dengan menarik,” sebutnya.


Sejumlah perwakilan komunitas lain juga membacakan tulisannya sekaligus kesaksian atas kekhawatiran dampak aktivitas ke depan PT Dairi Prima Mineral (DPM) perusahaan tambang yang akan beroperasi di Kabupaten Dairi.


Misalnya kisah yang disampaikan oleh Hasugian, seorang petani jeruk purut dari desa Bongkaras yang berhasil menyekolahkan 5 orang anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi dari hasil jeruk purut


Santun Sinaga, Direktur YDPK memaparkan buku itu sekaligus sebagai pengingat atas kehadiran YDPK di Parongil semenjak tahun 2008.


“Sudah sekitar 15 tahun, tentu sudah banyak yang telah dilakukan untuk memperjuangkan lingkungan hidup dan ekonomi warga,” ujarnya.


Kehadiran buku itupun di harapkannya akan memperluas informasi perjuangan sehingga semakin memberikan pencerahan kepada banyak pihak yang akhirnya bisa bergabung untuk berjuang bersama.


Marsen Sinaga, sebagai editor buku Bukan Timah Hitam mengatakan Ia hanya memperkuat apa yang tidak tertulis di dalam buku, tetapi ada tersirat.


Dia menyorot beberapa tulisan seperti tulisan Devi Sianipar yang menggambarkan bahwa pendidikan yang tinggi dan jauh akan menjauhkan anak-anak muda dari tanah dan kampung mereka.


Sehingga perlu dipikirkan bagaimana mempersiapkan para generasi muda ini untuk meneruskan perjuangan, karena perjuangan di nilainya akan panjang dan melawan negara yang sangat kuat.


Di acara itu di simpulkan juga buku “Bukan Timah Hitam, Petani Dairi Melawan Tambang” adalah sebuah pengingat bahwa tambang bukanlah solusi untuk meningkatkan kesejahteraan warga, melainkan akan membawa kehancuran yang mengancam hidup warga lintas generasi.


Peluncuran dan diskusi buku ini mengundang banyak pihak dari berbagai kalangan seperti Camat Kecamatan Silima Pungga-pungga, KSPPM, Bakumsu, Jatam-Nas, JKLPK, dan Trend Asia. 


Dalam kegiatan ini juga terlihat beberapa pendeta dari gereja GKPS termasuk organisasi Mahasiswa seperti GMKI dan GMNI, serta pemerhati lingkungan lainnya.


Peluncuran buku ini juga di iringi dengan tari tor-tor yang di persembahkan oleh organisasi perempuan dari desa Lae Markelang dan Lae Haporas. 


Serta pembacaan Puisi oleh Devi Sianipar, sebagai staf YDPK.


Penulis : Luhut

Editor : Rudi